Minggu, 06 September 2015

HADITS MAQBUL DAN HADITS MARDUD (Kan_computer)

MAKALAH
ULUMUL HADITS
HADITS MAQBUL DAN HADITS MARDUD
DOSEN PENGAMPU : H. NIKMAT SABLI, Lc.Dipl




DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
NAMA :• AMALIA PURWANTI          • MEDE RISKA
• BARI ARDIANSYAH            • ROHIM BASUKI
• EDI CHANDRA                   • ZARINA
PRODI/SEMESTER : JINAYAH/2A



HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NATUNA
2015 M/1436 H
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT., karena berkah dan  rahmat-Nya-lah penyusun dapat menyusun makalah ini, serta shalawat dan salam kepada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW.
Sehubungan dengan penyusunan makalah ini, penyusun menyajikan penjelasan mengenai hadits yang merupakan sumber hukum kedua dalam Islam.Penyusun memfokuskan penyusunan makalah ini pada pembagian hadits berdasarkan diterima (maqbul) atau ditolaknya (mardud) suatu hadits.Penyusunan ini juga bertujuan sebagai sarana pemenuhan tugas mata kuliah Ulumul Hadits prodi Hukum Pidana Islam (HPI/Jinayah) Semester II.
Penyusun berharap makalah ini dapat menjadi suatu sarana untuk memperoleh informasi dan menjadi kajian dalam diskusi kelompok demi menunjang kegiatan belajar-mengajar khususnya di kelas IIA HPI.

Ranai, 15 Mei 2015

      Penyusun












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….2
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang…………………………………………………………………...3
B.     Rumusan Masalah………………………………………………………………..3
C.    Tujuan Penulisan…………………………………………………………………3
BAB II : PEMBAHASAN
            Pengertian Hadits…………………………………………………………………….4
A.    HADITS MAQBUL………………………………………………………………5
1.      Pengertian Hadits Maqbul…………………………………………………..5
2.      Pembagian Hadits Maqbul…………………………………………………..6
B.     HADITS MARDUD
1.      Pengertian Hadits Mardud………………………………………………....11
2.      Pembagian Hadits Mardud………………………………………………...11
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan……………………………………………………………………...19
B.     Saran……………………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….21










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam setelah Al-Qur’an.Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman.Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global.Artinya, jika tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka harus dan wajib merujuk pada hadits.Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.






Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (Al-Hasyr : 7).
Dilihat dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua, yaitu hadits maqbul ( hadits yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil).Hadits maqbul terbagi atas hadits shahih dan hadits hasan. Sedangkan hadits mardud terbagi atas hadits mu’allaq, hadits marshal, hadits mu’dhal dan hadits munqoti.Kedua jenis hadits ini memiliki ciri dan kriteria masing-masing. Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits atau dalil lain yang lebih kuat.
Di dalam makalah ini, penyusun menyajikan pembahasan mengenai hadits maqbul dan hadits mardud serta pembagiannya guna memberikan informasi dan pengetahuan mengenai hadits lebih lanjut lagi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang Dimaksud Dengan Hadits Maqbul?
2.      Apa Saja Pembagian dari Hadits Maqbul?
3.      Apa yang Dimaksud Dengan Hadits Mardud?
4.      Apa Saja Pembagian dari Hadits Mardud?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an prodi Hukum Pidana Islam (HPI/JINAYAH) Semester II, serta dijadikan sebagai fasilitas untuk kegiatan diskusi kelompok.Selain itu, penulisan juga bertujuan memberikan informasi mengenai hadits maqbul dan hadits mardud, baik itu pengertian dan/atau pembagian-pembagiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Hadits
Al-Hadits secara bahasa berarti sesuatu yang baru atau baharu, merupakan lawan dari kata Al-Qodim yang artinya adalah dahulu/sedia atau lama.Disamping itu, hadits juga berarti Al-Khobar atau berita, kemudian dihikayatkan juga oleh imam Az-Zajjaj bahwa hadits secara bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sebagai pembicaraan yaitu omongan atau percakapan.
Adapun menurut istilah, Al-Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw., baik itu perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifatnya.
Hadits dalam bentuk perkataan ialah sabda Nabi saw yang diucapkan dalam berbagai kesempatan, yang berkaitan dengan penetapan hukum, seperti sabda beliau, “Sesungguhnya semua awal itu dengan niat”, dan seperti sabda beliau, “Tidak boleh ada wasiat untuk pewaris”.
Hadits dalam bentuk perbuatan ialah tindakan-tindakan Nabi saw dalam berbagai perkara dalam ibadat maupun lainnya, seperti penunaian shalat, manasik haji, adab berpuasa,, serta pembuatan keputusan berdasarkan adanya saksi dan sumpah.
Persetujuan (taqrir) ialah sikap Rasulullah saw terhadap berbagai perbuatan sebagian sahabat dengan mendiamkannya disertai indikasi kerelaan, atau memperlihatkan pujian atau dukungan.
Pada umumnya, para ulama memandang bahwa hadits merupakan perkataan-perkataan Rasul, perbuatan-perbuatan dan ketetapannya, bahkan bukan yang datang dari Rasul saja, juga dari sahabat dan tabi’in. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa hakikatnya hadits ialah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi, walaupun hanya sekali terjadi dalam hidupnya, dan walaupun diriwayatkan oleh seorang saja.1










1Dr. Abuddin Nata, M.A., AL-QURAN DAN HADITS, hlm.189-190

A.    HADITS MAQBUL
Hadits maqbul adalah hadits yang memenuhi syarat qobul yaitu syarat-syarat diterimanya sebuah hadits sehingga bisa dijadikan dasar sebuah hukum. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:2

1.      Bersambungnya sanad
Yang dimaksud dengan bersambungnya sanad yaitu setiap perawi hadits menerima langsung hadits tersebut dari perawi yang diatasnya/gurunya.

2.      Keadilan para rawinya
Yang dimaksud dengan adil adalah yang memenuhi kriteria-kriteria berikut:
a.       Ia harus seorang muslim; jika bukan muslim maka haditsnya tidak diterima.
b.      Ia harus sudah baligh ketika menyampaikan haditsnya; jika belum baligh maka haditsnya belum bisa diterima.
c.       Berakal; jadi hadits yang diriwayatkan oleh orang yang hilang akalnya tidak diterima.
d.      Selamat dari kefasikan. Fasik adalah orang yang melakukan dosa besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil.
e.       Selamat dari kehilangan muru’ah. Muru’ah adalah adab yang jika dijaga, maka akan membawa kepada budi pekerti yang luhur. Kehilangan muru’ah adalah seperti makan sambil jalan-jalan dan lain sebagainya.
3.      Kedhabithanpara perawinya
Yaitu seorang perawi hadits harus kuat hafalannya dan tidak pelupa.

4.      Hendaknya hadits tersebut selamat dari syadz
Syadz adalah pertentangan antara hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqoh (yang adil dan kuat hafalannya) dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih kuat lagi hafalannya.

5.      Hadits tersebut selamat dari illat (penyakit)
Hadits tersebut tidak terkena illat yang membuatnya menjadi lemah sehingga tidak bisa diterima dan diamalkan.Jadi, hadits harus diteliti sedemikian rupa agar tidak tercampur antara hadits yang kuat dan yang lemah, antara hadits yang asli dan hadits yang palsu.

6.      Adanya jalan lain yang menguatkan hadits yang lemah
Hadits dhoif yang tidak parah bisa naik kepaada tingkatan hasan jika ada rowi lain yang lebih kuat atau sejajar dengannya ikut meriwayatkan hadits tersebut, begitu juga jika hadits itu diriwayatkan dari jalan lain yang lebih kuat dari yang pertama atau sejajar dengannya.


2Materi Ulumul Hadits Semester II, Nikmat Sabli, hlm:55-56

Hadits maqbul dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Hadits Shahih
Hadits shahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya (dhabit), sanadnya bersambung-sambung, tidak terkena illat, dan tidak janggal (syadz).

Hukum Pengamalan Hadits Shahih:
Ulama ahli hadits dan para ulama yang pendapatnya dari kalangan fuqaha dan ahli ushul sepakat bahwa hadits shahih dapat dijadikan hujjah dan wajib diamalkan, baik seorang diri atau rawi lain yang meriwayatkan samanya, atau masyhur dengan meriwayatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawattir.
Apabila kita perhatikan hadits-hadits shahih berdasarkan kaidah ilmu dari pengetahuan tentang keadaan para rawinya maka akan kita ketahui bahwa terpenuhinya sifat keshahihan itu berbeda antara satu hadits dengan hadits yang lain, sehingga tingkat keshahihannya berbeda-beda dari tingkatan tertinggi dan paling kuat sampai tingkatan paling rendah. Kedudukan hukum hadits shahih ddapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1). Kelompok pertama adalah hadits shahih yang tidak diliputi faktor-faktor yang memperkuat keberadaannya, keadaan seperti ini menunjukkan keunggulan yang tinggi, memantapkan hati untuk menerimanya, dan kadang-kadang dianggap oleh sebagian manusia, lebih-lebih orang awam, bahwa kondisi ini memberi keyakinan akan otentisitas hadits ini karena mereka tidak dapat membedakan antara dua hal tersebut. Padahal yang terjadi tiada lain adalah pengetahuan yang didapat melalui hasil istinbat yang kuat terhadap keshahihan hadits;
2). Kelompok kedua adalah sebagian hadits ahad yang shahih, yakni kelompok hadits yang memberikan ilmu yang yakin dan wajib diyakini. Yaitu hadits yang memenuhi syarat keshahihan dengan pasti dan tidak menunjukkan kemungkinan lain karena diliputi oleh beberapa faktor penguat, yaitu:
a.       Hadits tersebut disepakati oleh para ulama ddapat dipakai hujjah.
b.      Hadits tersebut bersambung sanadnya dan diriwayatka oleh para imam hadits yang kuat hafalannya, serta tidak gharib. Kriteria ini ditetapkan oleh Ibnu Hajar.
c.       Demikian pula apabila hadits tersebut diriwayatkan engan sanad yang disebut sebagai sanad paling shahih dan tidak gharib.3








3Makalah Ulumul Hadits kelompok I prodi Ekis, hlm:2-3

Pembagian Hadits shahih:
a.      Hadits Shahih Lidzatih
Hadits shahih lidzatih adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih secara maksimal, yaitu hadits yang dinukilkan (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak berillat, dan tidak janggal.4
Contoh Hadits Shahih Lidzatih:



“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar Rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
Analisis terhadap hadits tersebut:
1). Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2). Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta’dil sebagai berikut:
                        a. Abdullah bin Yusuf = tsiqat muttaqin.
                        b. Malik bin Annas = imam hafidz.
                        c. Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqh dan Hafidz.
                        d. Muhammad bin Jubair = tsiqat.
                        e. Jubair bin Muth’imi = shahabat.
3). Tidak syadz karena tidak ada pertentangan engan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.













4Dr. Abuddin Nata, M.A. AL-QURAN DAN HADITS, hlm.231

b.      Hadits Shahih Lighoirih
Hadits shahih lighoirih adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih secara sempurna, atau hadits yang keshahihannya ada faktor lain, karena tidak memenuhi syarat secara maksimal.

Contoh Hadits Shahih Lighoirih:


Hadits Bukhari dari Ubay bin al-Abbas bin Sahal dari ayahnya (Abbas) dan neneknya (Sahal) katanya : “Konon Rasulullah mempunyai seekor kuda, ditaruh di kandang kami yang diberi nama al-Luhaif”.
Analisis:
Ubay bin al-Abbas oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, dan al-Nasa’I dianggap rawi yang kurang baik hafalannya.Oleh karena itu, hadits tersebut berderajat hasan lidzatih. Tetapi oleh karena hadits Ubay tersebut mempunyai muttabi’ yang diriwayatkan oleh Abdul Muhaimin, maka naiklah derajatnya dari hasan lidzatih menjadi shahih lighoirih.5

2.      Hadits Hasan
Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih seluruhnya, hanya saja pada perawinya, tingkat kedhabitannya lebih rendah dibanding kedhabitan para perawi hadits shahih.Meskipun tingkat hafalan perawinya berada di bawah perawi hadits shahih, tetapi tidak jatuh kepada derajat perawi hadits dho’if seperti sering lupa dan sebagainya.

Hukum Hadits Hasan:
Menurut seluruh fuqaha, hadits hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan.Alasan mereka adalah karena telah diketahui kejujuran rawinya dan keselamatan perpindahannya dalam sanad. Rendahnya tingkat kedhabitan tidak mengeluarkan rawi yang bersangkutan  dari jajaran rawi yang mampu menyampaikan hadits sebagaimana keadaan hadits itu ketika didengar. Karena maksud pemisahan tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa hadits hasan berada pada tingkat terendah dari hadits shahih, tanpa mencela kedhabitannya. Hadits yang kondisinya demikian cenderung dapat diterima oleh setiap orang dan kemungkinan kebenarannya sangat besar, sehingga dapat diterima.6


5Dr. Abuddin Nata, M.A. AL-QURAN DAN HADITS, hlm.232
6 Makalah Ulumul Hadits Kelompok I Prodi Ekis semester II, hlm.8


Pembagian Hadits Hasan:
a.      Hadits Hasan Lidzatih
Hadits hasan lidzatih adalah hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tetapi tidak begitu kuat ingatannya, sanadnya bersambung dan tiada terdapat illat serta kejanggalan pada matannya.7
Contoh Hadits HasanLidzatih:




“…..dari Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari (berkata), saya mendengar ayahku ketika berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. bersabda: “sesungguhnya pintu-pintu surga berada di bawah bayang-bayang pedang.”(HR. al-Tirmidzi)
Analisis:
Menurut Mahmud al-Thalan, hadits diatas berkualitas hasan, karena para rawinya terpercaya (tsiqah), kecuali Ja’far bin Sulaiman al-Dhuba’iy. Karena itulah, hadits tersebut tidak mencapai hadits shahih. Terkait rawi yang satu ini, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani berkomentar: Hadits yang disampaikannya baik. Penilaian Ibnu Hajar ini menunjukkan bahwa hadits ini berkualitas hasan.










7 Dr. Abuddin Nata, M.A., AL-QURAN DAN HADITS, hlm.233

b.      Hadits Hasan Lighoirih
Hadits hasan lighoirih adalah hadits yang di dalamnya terdapat perawi mastur yang belum tegas kualitasnya, tetapi bukanlah perawi yang pelupa atau sering melakukan kesalahan dalam riwayat-riwayatnya, juga bukan sebab lain yang dapat menyebabkan tergolong fasik, dengan syarat mendapatkan pengukuhan dari perawi lain yang mu’tabar, baik berstatus mutabi’ maupun syahid.
Contoh Hadits Hasan Lighoirih:



Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dihasankannya melalui jalur Syu’bah, dari ‘Ashim bin Ubaidillah, dan Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, dari bapaknya bahwasanya seorang wanita dari Bani Fazarah dinikahi dengan (mahar) dua buah sandal. Berkata Rasulullah saw.: “Apakah engkau ridla atas dirimu dan hartamu dengan dua buah sandal?” Ia menjawab: “Ya.” Maka beliau pun membolehkannya.
Analisa:
Imam Tirmidzi berkata: “Dalam kasus tersebut terdapat jalur lain, dari Umar, Abu Hurairah, Aisyah, dan Abu Hadrad.”
‘Asim merupakan (rawi) yang dhaif karena buruk hafalannya. Namun Tirmidzi menghasankan hadits tersebut karena adanya (riwayat dari) jalur lain.












B.     HADITS MARDUD
Secara bahasa mardud artinya ialah yang ditolak, yang tidak diterima.Secara istilah, Hadits mardud adalah hadits yang tidak kuat kebenaran pembawa beritanya.Ini terjadi karena hilangnya satu atau lebih syarat-syarat diterimanya hadits, seperti yang telah dibahas pada topik hadits shahih.
Hadits mardud terbagi menjadi:
• Disebabkan gugur pada sanadnya, atau sanadnya tidak sambung;
•Disebabkan cacat pada perawi.
Berikut ini adalah pembagian hadits mardud berdasarkan gugurnya pada sanad:
1.      Hadits Mu’allaq
Hadits mu’allaq adalah hadits yang dibuang permulaan sanadnya (yakni rawi yang menyampaikan hadits kepada penulis kitab), baik seorang maupun lebih, dengan berurutan meskipin sampai akhir sanad.
Pemotongan mata rantai rawi hadits banyak sekalli dilakukan oleh para muhaditsin, terutama dalam kitab-kitab yang mereka susun.Sebenarnya meringkas haits hukumnya boleh asal ringkasan tersebut tidak menjadikan hadits cacat sehingga terjadi pertentangan dengan hadits sebelumnya dan hadits setelahnya. Para imam juga banyak meringkas hadits guna dijadikan landasan hukum.8
a.      Bentuk Hadits mu’allaq
• Jika dibuang (dihilangkan) seluruh sanadnya, kemudian dikatakan – misalnya : Rasulullah saw bersabda begini dan begini.
• Bentuk lainnya adalah jika dibuang seluruh sanadnya kecuali sahabat, atau kecuali sahabat dan tabi’in.
b.      Hukum Hadits Mu’allaq
Hukum hadits mu’allaq itu mardud (tertolak), sebagaimana hadits munqathi, karena hilangnya salah satu syarat diterimanya suatu hadits yaitu sanadnya harus bersambung serta karena tidak diketahuinya identitas rawi yang tidak disebutkan, kecuali apabila terdapat dalam kitab yang dipastikan keshahihannya, seperti shahih al-Bukhari dan shahih Muslim.9




8-9 Makalah Ulumul Hadits Kelompok I Prodi Ekis, hlm.10

c.       Contoh Hadits Mu’allaq
1). Hadits yang dikeluarkan oleh Bukhori dalam nagian pendahuluan topic mengenai paha:

Artinya: “Dan berkata Abu Musa: Nabi saw. telah menutup kedua lututnya tatkala Utsman masuk”
Analisis:Ini hadits mu’allaq, karena Bukhori telah membuang seluruh sanadnya kecuali sahabat, yaitu Abu Musa al-Asy’ari.
2).


Artinya: Berkata Abu Isa dan sesungguhnya telah diriwayatkan dari nabi saw. Beliau bersabda: “barang siapa shalat sesudah maghrib dua puluh rakaat. Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di surga. (HR. Turmudzi)
Analisis: Turmidzi tidak bertemu dan tidak sezaman dengan Aisyah. Jadi tentu antara kedua-duanya itu ada beberapa orang rowi lagi. Karena tidak disebut rawi-rwinya, maka dinamakan ia gugur, seolah-olah hadits itu tergantung. Karena itulah dinamakan mu’allaq.












2.      Hadits Mursal
Hadits mursal menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata arsala, yang berarti melepaskan.Jadi seakan-akan lepas dari ikatan sanad, dan tidak terikat dengan rawi yang sudah dikenal.
Menurut istilah, hadits mursal adalah hadits yang gugur pada akhir sanad setelah tabi’in.jadi, hadits mursal adalah hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in dari Rasulullah saw.
a.      Bentuk Hadits Mursal
Gambarannya adalah bahwa seorang tabi’in mengatakan: Rasulullah saw bersabda begini-begini, atau dilakukannya suatu perbuatan dengan kehadiran beliau begini-begini. Bentuk seperti ini mursal menurut para pakarr hadits.
b.      Hukum Hadits Mursal
Pada dasarnya hadits mursal itu dho’if dan mardud, karena hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat diterimanya suatu hadits, yaitu sanadnya harus bersambung.Hal itu disebabkan tidak diketahuinya keadaan rawi yang dibuang.Lagi pula memiliki kemungkinan bahwa yang dibuang itu adalah sahabat.Dalam kondisi seperti ini haditsnya menjadi dho’if.
Meskipun demikian, para ulama hadits dan yang selain mereka berbeda pendapat mengenai hukum hadits mursal dan penggunaanya sebagai hujjah.Hadits ini termasuk hadits yang terputus, yang diperselisihkan tempat terputusnya pada akhir sanad.Sebab pada umumnya gugurnya sanadd itu pada sahabat, sementara itu seluruh sahabat adalah adil, tidak rusak (keadilannya) meski keadaan merreka tidak diketahui. Secara umum pendapat para ulama mengenai hadits mursal bermuara pada tiga pendapat:
1). Termasuk hadits dho’if mardud; ini menurut jumhur ulama hadits dan sebagian besar dari ulama ushul dan fuqaha. Alasan mereka Karena tidak diketahuinya keadaan rawi yang dibuang (hilang) karena mungkin saja rawi yang dibuang itu bukan sahabat.
2). Termasuk hadits shahih dan bisa dijadikan argument; ini pendapat tiga imam yang masyhur, yaitu Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, serta sekelompok ulama. Dengan syarat hadits mursal itu berasal dari orang yang tsiqah.Alasan mereka adalah bahwa tabi’in itu adalah tsiqah. Mustahil mereka mengatakan: Rasulullah telah bersabda…., kecuali ia mendengarnya dari orang yang tsiqah pula.
3). Bisa diterima dengan beberapa persyaratan; maksudnya, sah asal memenuhi beberapa persyaratan. Ini menurut pendapat Syafi’I dan beberapa ahli ilmu.
Syaratnya ada empat; tiga menyangkut rawi hadits mursal dan satunya pada hadits mursalnya.
a.       Hendaknya pembawa hadits mursal itu dari kalangan tabi’in senior.
b.      Jika orang yang menyampaikannya disebut tsiqah.
c.       Jika bersekutu dengan orang yang hafidz lagi terpercaya, dan mereka tidak menyelisihinya.
d.      Jika tiga syarat yang bergabung tersebut mengandung salah satu perkara berikut:
1).  Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui jalur lain sebagai tempat sandaran.
2).  Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui jalur lain secara mursal, yang diketahui dari selain rawi hadits mursal yang pertama.
3). Jika sesuai dengan perkataan sahabat.
4).  Jika memfatwakan sesuatu dengan kebanyakan ahli ilmu.
Apabila syarat-syarat itu terpenuhi, maka jelaslah keshahihan tempat keluarnya hadits mursal maupun yang bertentangan dengannya.Keduanya sama-sama shahih.Seandainya yang bertentangan itu shahih dari satu jalur, maka yang didahulukan adalah yang memiliki beberapa jalur, itupun jika tidak bisa dikompromikan diantara keduanya.

c.       Contoh Hadits Mursal
1). Hadits yang dikeluarkan Muslim dalam kitab shahihnya, bab tentang jual beli, yang berkata:


Artinya: Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, telah menuturkan kepada kami Hujain, telah menuturkan kepada kami Al-Laitsi, dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin Musayyab bahwa Rasulullah saw telah melarang (jual beli) muzabanah.
Analisis: Sa’id bin Musayyab merupakan tabi’in senior, yang telah meriwayatkan hadits ini dari nabi saw tanpa menyebutkan perantara antara dirinya dan nabi saw. Hadits ini gugur sanadnya dibagian akhir setelah tabi’in.Minimal, gugurnya sanad adalah pada sahabat, namun bisa saja terjadi pada sahabat bersama-sama dengan selain sahabat, seperti dengan tabi’in.
2).

Artinya: dari Malik dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm, bahwa dalam surat yang Rasulullah tulis kepada Amr bin Hazm (tersebut): “bahwa tidak menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang bersih”.
Analisis: Abdullah bin Abu Bakr ini seorang tabi’in, sedang seorang tabi’intidak semasa dan tidak bertemu dengan nabi saw. jadi mestinya Abdullah menerima riwayat itu dari seorang lain atau sahabi. Karena ia tidak menyebut nama shahabi atau nama orang yang mengkhabarkan kepadanya itu, tetapi ia langsungkan kepada Rasulullah saw, maka yang begini dinamakan mursal.

3.      Hadits Mu’dhal
Kata mu’dhal berasal dari kata a’dhalahu yakni’memayahkan’.Menurut istilah muhaditsin, hadits mu’dhal adalah hadits yang pada mata rantai sanadnya gugur dua orang rawi atau lebih disatu tempat, baik pada awal sanad, tengah sanad, maupun di akhir sanad.
Hukum hadits mu’dhal:
Hadits mu’dhal adalah hadits yang dihukumi dhaif sesuai dengan sepakatnya ulama karena banyak rawi yang terputus.
Kriteria Hadits Mu’dhal ialah:
a.       Sanad yang gugur (terputus) lebih dari satu orang.
b.      Keterputusan secara berturut-turut.
c.       Sebagian ulama menambahkan kriteria; tempat keterputusan ditengah sanad bukan di awal dan di akhir.
Jadi, hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang periwayatannya atau lebih secara berturut-turut, baik gugurnya diantara sahabat dengan tabi’in, antara tabi’in dengan tabi al-tabi’in, atau dua orang sesuadah mereka.

Cara mengetahui hadits mu’dhal:
Menurut sebagian ulama, hadits disebut juga mu’dhal apabila yang digugurkan dari sanad adalah nabi dan sahabat, sama halnya jika yang digugurkan adalah sahabat tabi’in. Shubi al-Shalih, misalnya tidak mempersyaratkan periwayat yang gugur di tengah sanad, boleh saja di awal atau di akhir.Ia hanya menyatakan hadits mu’dhal ialah hadits yang digugurkan dua orang atau lebih dari sanadnya secara berturut-turut. Menurutnya, hadits mu’dhal ini lebih ruwet dan tidak jelas dibandingkan dengan hadits munqathi’ dan karenanya hadits ini disebut mu’dhal yang berarti sulit dipahami dan membingungkan.Hanya saja ulama hadits menyebutkan bahwa keterputusan itu ditengah sanad, yaitu antara sahabat dan tabi’in, antara tabi’in dengan tabi al-tabi’in atau dua orang sebelumnya dua orang atau lebih secara berturut-turut.








Contoh Hadits Mu’dhal:
1). Hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari Abu Hurairah sebagai berikut:

“Telah sampai padaku dari Abu Hurairah: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: bagi budak belikan makanan dan pakaiannya.”
2). Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’I dari Ibnu Juraijj sebagai berikut:


“Kata Asy-Syafi’i: Telah mengabarkan kepada kami Da’id bin Salim “ Dari Ibnu Juraijj: Sesungguhnya nabi saw: Apabila melihat baitullah beliau mengangkat kedua tangannya dan beliau berkata allahuma zid hadzal baita tasyrifan wa ta’dhiiman wa maha batan…”(HR. Asy Syafi’I dalam musnadnya (Nailul Authar V, 42))
Analisis: Dalam memberikan syarah terhadap hadits tersebut, Imam Asy Syaukani berkata:
“Hadits Ibnu Juraijj adalah mu’dhal antara Ibnu Juraijj dan nabi, dan di dalam sanadnya ada Sa’ied bin Salim al-Qadah yang diperselisihkan.”
Ibnu Juraijj termasuk tabi’ut tabi’in.ia dengan nabi pasti ada perantaranya, yakni tabi’I dan sahabat.












4.      Hadits Munqothi’
Menurut bahasa, munqathi’ berarti terputus, lawan dari kata muttasil yaitu bersambung.
Dalam istilah, hadits munqathi’ ada beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:
a.       Pendapat mayoritas ulama muhaditsin: Hadits yang digugurkan dari sanadnya seorang perawi atau lebih sebelum sahabat tidak berturut-turut.
b.      Pendapat fuqoha, ushuliyyun dan segolongan ulama muhaditsin, diantaranya al-Kathib al-Baghdadi dan Ibnu Abdul Barr: Segala hadits yang tidak bersambung sanadnya dimana saja terputusnya.
c.       Pendapat al-Manzhumah al-Baiquniyyah menyatakan: Setiap hafits yang tidak bersambung sanadnya ssebagaimana keadaannya adalah termasuk hadits munqathi’.
d.      Pendapat ahli hadits muta’akhirin menjadikan istilah tersebut sebagai suatu bagian khusus. Yaitu, Hadits munqathi’ ialah hadits yang gugur salah seorang rawinya sebelum sahabat di satu tempat atau beberapa tempat, dengan catatan bahwa rawi yang gugur pada setiap tempat tidak lebih dari seorang dan tidak terjadi pada awal sanad.
Dengan beberapa istilah yang dikemukakan oleh beberapa ulama tersebut, jadi dapat disimpulkan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang sanadnya terputus artinya seorang perawi tidak bertemu langsung dengan pembawa berita, baik di awal, di tengah, atau di akhir sanad.Maka masuk di dalamya hadits mursal, mu’allaq dan mu’dhal.

Cara Mengetahui Munqathi’ dan Kehujjahannya:
Terputusnya sanad dapat diketahui karena tidak adanya pertemuan antara perawi dan orang yang menyampaikan periwayatan karena tidak hidup semasa atau karena tidak pernah bertemu antara keduanya.Untuk mengetahui hal tersebut adalah tahun kelahiran dan wafat mereka.
Hukum Hadits Munqathi’:
Hadits munqathi tergolong mardud menurut kesepakatan para ulama, karena tidak diketahui sifat-sifat perawi yang digugurkan, bagaimana kejujuran dan kedhabitannya.







Contoh Hadits Munqathi’:
1). Hadits riayat Abu Daud



“Meriwayatkan hadits kepada kami Syuja’ bin Makhlad, katanya: meriwayatkan hadits kepada kami Husyaim, katanya: Meriwayatkan hadits kepada kami Yunus bin Ubaid dari al-Hasan, ia berkata: sesungguhnya Umar bin Khaththab mengumpulkan manuisa kepada Ubay bin Ka’b, maka ia (Ubay) mengimani shalat selama dua puluh hari dan dia tidak memimpin doa kunut kecuali pada separuh bulan (Ramadhan) yang kedua..”
Analisis:Hadits tersebut munqathi’. Al-Hasan al-Basri dilahirkan pada tahun 21 H, sedangkan Umar bin Khaththab wafat pada akhir tahun 23 H. atau pada awal muharam tahun 24 H, maka bagaimana mungkin al-Hasan mendengar hadits dari Umar bin Khaththab.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
PEMBAGIAN HADITS DARI SISI DITERIMA ATAU DITOLAK
A.    HADITS MAQBUL
Hadits maqbul adalah hadist yang memenuhi syarat qobul yaitu syarat-syarat diterimanya sebuah hadits sehingga bisa dijadikan dasar sebuah hukum.Hadits maqbul terbagi menjadi dua, yaitu hadits shohih dan hadits hasan.
1.      HADITS SHAHIH
Hadist shahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya (dhabit), sanadnya bersambung-sambung, tidak terkena ‘illat, dan tidak janggal (syadz).Hadits shahih terbagi menjadi dua, yaitu hadits shahih lidzatih dan hadits shahih lighoirih.
a.       SHAHIH LIDZATIH
Hadits shahih lidzatih adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih secara maksimal.
b.      SHAHIH LIGHOIRIH
Hadits shahih lighoirih adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih secara sempurna, atau hadits yang keshahihannya ada faktor lain, karena tidak memenuhi syarat secara maksimal.
2.      HADITS HASAN
Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih seluruhnya, hanya saja pada perawinya, tingkat kedhabitannya lebih rendah dibanding kedhabitan para perawi hadits shahih.Hadits hasan terbagi dua, yaitu hadits hasan lidzatih dan hadits hasan lighoirih.
a.       HASAN LIDZATIH
Hadits hasan lidzatih adalah hadist yang perawinya memiliki tingkat kedhabitan yang rendah dibanding dengan perawi hadits shahih.
b.      HASAN LIGHOIRIH
Hadits hasan lighoirih adalah hadits yang di dalamnya terdapat perawi mastur yang belum tegas kualitasnya, tetapi bukanlah perawi yang pelupa atau sering melakukan kesalahan dalam riwayat-riwayatnya, juga bukan sebab lain yang dapat menyebabkan tergolong fasik, dengan syarat mendapatkan pengukuhan dari perawi lain yang mu’tabar, baik berstatus mutabi’ maupun syahid.



B.     HADITS MARDUD
Hadist mardud yaitu hadits yang tertolak atau tudak diamalkan.
1.      MARDUD SEBAB SAQT PADA SANAD
a.       HADITS MU’ALLAQ
Hadits mu’allaq adalah hadits yang gugur seorang atau lebih, dari awal sanad.Keguguran sanad pada hadits mu’allaq tersebut dapat terjadi pada sanad yang pertama, pada seluruh sanad atau pada seluruh sanad selain sahabat.
b.      HADITS MURSAL
Hadits mursal adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya seseorang ssetelah tabi’i. Ada pula yang mendefenisikan hadits mursal yaitu hadist yang dinisbatkan oleh seorang tabi’I kepada Rasulullah saw. baik berupa perbuatan, ucapan, maupun taqrir.
c.       HADITS MU’DHAL
Hadits mu’dhol adalah hadits yang sanadnya gugur dua tau lebih perawinya secara berturut-turut.
d.      HADITS MUNQOTI’
Hadits munqothi’ adalah hadits yang didalam sanadnya gugur satu orang perawi dalam satu tempat atau lebih.

B.     Saran
Penyusun mengharapkan kritik dan saran agar dapat menjadi suatu pengajaran dalam penyusunan makalah-makalah berikutnya.











DAFTAR PUSTAKA

Dr. Abuddin Nata, M.A. AL-QUR’AN DAN HADITS (Dirasah Islamiyah I) Edisi Revisi.Rajawali Pers. Jakarta: 2000.

Nikmat Sabli. Definisi Ulum Al-Hadits dalam MATERI ULUMUL HADITS Semester II.

Nikmat Sabli. Pembagian Hadits Kepada Maqbul Dan Mardud dalam MATERI ULUMUL HADITS Semester II.

Makalah Ulumul Hadits Kelompok I Prodi Ekonomi Syari’ah (EKIS) Semester II


Dr. Nuruddin. Ulumul Quran. PT. Remaja Rosdakarya: 2012

2 komentar: