MAKALAH
ULUMUL HADITS
HADITS MAQBUL DAN HADITS MARDUD
DOSEN PENGAMPU : H. NIKMAT SABLI, Lc.Dipl
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
NAMA :• AMALIA PURWANTI •
MEDE RISKA
• BARI ARDIANSYAH • ROHIM BASUKI
• EDI CHANDRA • ZARINA
PRODI/SEMESTER : JINAYAH/2A
HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NATUNA
2015 M/1436 H
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji
dan syukur ke hadirat Allah SWT., karena berkah dan rahmat-Nya-lah penyusun dapat menyusun
makalah ini, serta shalawat dan salam kepada junjungan alam, Nabi Muhammad SAW.
Sehubungan
dengan penyusunan makalah ini, penyusun menyajikan penjelasan mengenai hadits
yang merupakan sumber hukum kedua dalam Islam.Penyusun memfokuskan penyusunan
makalah ini pada pembagian hadits berdasarkan diterima (maqbul) atau ditolaknya
(mardud) suatu hadits.Penyusunan ini juga bertujuan sebagai sarana pemenuhan
tugas mata kuliah Ulumul Hadits prodi Hukum Pidana Islam (HPI/Jinayah) Semester
II.
Penyusun
berharap makalah ini dapat menjadi suatu sarana untuk memperoleh informasi dan
menjadi kajian dalam diskusi kelompok demi menunjang kegiatan belajar-mengajar
khususnya di kelas IIA HPI.
Ranai, 15 Mei 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….2
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang…………………………………………………………………...3
B.
Rumusan
Masalah………………………………………………………………..3
C.
Tujuan
Penulisan…………………………………………………………………3
BAB II : PEMBAHASAN
Pengertian
Hadits…………………………………………………………………….4
A.
HADITS
MAQBUL………………………………………………………………5
1.
Pengertian
Hadits Maqbul…………………………………………………..5
2.
Pembagian
Hadits Maqbul…………………………………………………..6
B.
HADITS
MARDUD
1.
Pengertian
Hadits Mardud………………………………………………....11
2.
Pembagian
Hadits Mardud………………………………………………...11
BAB III : PENUTUP
A.
Kesimpulan……………………………………………………………………...19
B.
Saran……………………………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….21
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hadits
merupakan sumber pokok ajaran Islam setelah Al-Qur’an.Dalam tataran
aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah dalam kehidupan dan menempati posisi
yang sangat penting dalam kajian keislaman.Secara struktural hadits merupakan
sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global.Artinya, jika tidak
menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam
Al-Qur’an, maka harus dan wajib merujuk pada hadits.Oleh karena itu, hadits
merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum
yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Artinya
: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.” (Al-Hasyr : 7).
Dilihat
dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua, yaitu hadits maqbul ( hadits
yang dapat diterima sebagai dalil) dan hadits mardud (hadits yang tertolak
sebagai dalil).Hadits maqbul terbagi atas hadits shahih dan hadits hasan.
Sedangkan hadits mardud terbagi atas hadits mu’allaq, hadits marshal, hadits
mu’dhal dan hadits munqoti.Kedua jenis hadits ini memiliki ciri dan kriteria
masing-masing. Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan
hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan dengan hadits
atau dalil lain yang lebih kuat.
Di
dalam makalah ini, penyusun menyajikan pembahasan mengenai hadits maqbul dan
hadits mardud serta pembagiannya guna memberikan informasi dan pengetahuan
mengenai hadits lebih lanjut lagi.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang Dimaksud Dengan Hadits Maqbul?
2. Apa
Saja Pembagian dari Hadits Maqbul?
3. Apa
yang Dimaksud Dengan Hadits Mardud?
4. Apa
Saja Pembagian dari Hadits Mardud?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Ulumul Qur’an prodi Hukum Pidana Islam
(HPI/JINAYAH) Semester II, serta dijadikan sebagai fasilitas untuk kegiatan
diskusi kelompok.Selain itu, penulisan juga bertujuan memberikan informasi
mengenai hadits maqbul dan hadits mardud, baik itu pengertian dan/atau
pembagian-pembagiannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Hadits
Al-Hadits secara bahasa
berarti sesuatu yang baru atau baharu, merupakan lawan dari kata Al-Qodim yang
artinya adalah dahulu/sedia atau lama.Disamping itu, hadits juga berarti
Al-Khobar atau berita, kemudian dihikayatkan juga oleh imam Az-Zajjaj bahwa
hadits secara bahasa adalah sesuatu yang dijadikan sebagai pembicaraan yaitu
omongan atau percakapan.
Adapun menurut istilah,
Al-Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.,
baik itu perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifatnya.
Hadits dalam bentuk
perkataan ialah sabda Nabi saw yang diucapkan dalam berbagai kesempatan, yang
berkaitan dengan penetapan hukum, seperti sabda beliau, “Sesungguhnya semua
awal itu dengan niat”, dan seperti sabda beliau, “Tidak boleh ada wasiat untuk
pewaris”.
Hadits dalam bentuk
perbuatan ialah tindakan-tindakan Nabi saw dalam berbagai perkara dalam ibadat
maupun lainnya, seperti penunaian shalat, manasik haji, adab berpuasa,, serta
pembuatan keputusan berdasarkan adanya saksi dan sumpah.
Persetujuan (taqrir)
ialah sikap Rasulullah saw terhadap berbagai perbuatan sebagian sahabat dengan
mendiamkannya disertai indikasi kerelaan, atau memperlihatkan pujian atau
dukungan.
Pada umumnya, para
ulama memandang bahwa hadits merupakan perkataan-perkataan Rasul,
perbuatan-perbuatan dan ketetapannya, bahkan bukan yang datang dari Rasul saja,
juga dari sahabat dan tabi’in. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa
hakikatnya hadits ialah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi, walaupun
hanya sekali terjadi dalam hidupnya, dan walaupun diriwayatkan oleh seorang
saja.1
1Dr. Abuddin Nata, M.A., AL-QURAN DAN
HADITS, hlm.189-190
A.
HADITS
MAQBUL
Hadits
maqbul adalah hadits yang memenuhi syarat qobul yaitu syarat-syarat diterimanya
sebuah hadits sehingga bisa dijadikan dasar sebuah hukum. Adapun syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut:2
1.
Bersambungnya
sanad
Yang
dimaksud dengan bersambungnya sanad yaitu setiap perawi hadits menerima
langsung hadits tersebut dari perawi yang diatasnya/gurunya.
2.
Keadilan
para rawinya
Yang
dimaksud dengan adil adalah yang memenuhi kriteria-kriteria berikut:
a. Ia
harus seorang muslim; jika bukan muslim maka haditsnya tidak diterima.
b. Ia
harus sudah baligh ketika menyampaikan haditsnya; jika belum baligh maka
haditsnya belum bisa diterima.
c. Berakal;
jadi hadits yang diriwayatkan oleh orang yang hilang akalnya tidak diterima.
d. Selamat
dari kefasikan. Fasik adalah orang yang melakukan dosa besar atau terus-menerus
melakukan dosa kecil.
e. Selamat
dari kehilangan muru’ah. Muru’ah adalah adab yang jika dijaga, maka akan
membawa kepada budi pekerti yang luhur. Kehilangan muru’ah adalah seperti makan
sambil jalan-jalan dan lain sebagainya.
3.
Kedhabithanpara
perawinya
Yaitu
seorang perawi hadits harus kuat hafalannya dan tidak pelupa.
4.
Hendaknya
hadits tersebut selamat dari syadz
Syadz
adalah pertentangan antara hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqoh
(yang adil dan kuat hafalannya) dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
lebih kuat lagi hafalannya.
5.
Hadits
tersebut selamat dari illat (penyakit)
Hadits
tersebut tidak terkena illat yang membuatnya menjadi lemah sehingga tidak bisa
diterima dan diamalkan.Jadi, hadits harus diteliti sedemikian rupa agar tidak
tercampur antara hadits yang kuat dan yang lemah, antara hadits yang asli dan
hadits yang palsu.
6.
Adanya
jalan lain yang menguatkan hadits yang lemah
Hadits
dhoif yang tidak parah bisa naik kepaada tingkatan hasan jika ada rowi lain
yang lebih kuat atau sejajar dengannya ikut meriwayatkan hadits tersebut,
begitu juga jika hadits itu diriwayatkan dari jalan lain yang lebih kuat dari
yang pertama atau sejajar dengannya.
2Materi Ulumul Hadits Semester II, Nikmat
Sabli, hlm:55-56
Hadits
maqbul dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1.
Hadits
Shahih
Hadits
shahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna
ingatannya (dhabit), sanadnya bersambung-sambung, tidak terkena illat, dan
tidak janggal (syadz).
Hukum Pengamalan Hadits
Shahih:
Ulama
ahli hadits dan para ulama yang pendapatnya dari kalangan fuqaha dan ahli ushul
sepakat bahwa hadits shahih dapat dijadikan hujjah dan wajib diamalkan, baik
seorang diri atau rawi lain yang meriwayatkan samanya, atau masyhur dengan
meriwayatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi tidak mencapai derajat
mutawattir.
Apabila
kita perhatikan hadits-hadits shahih berdasarkan kaidah ilmu dari pengetahuan
tentang keadaan para rawinya maka akan kita ketahui bahwa terpenuhinya sifat
keshahihan itu berbeda antara satu hadits dengan hadits yang lain, sehingga
tingkat keshahihannya berbeda-beda dari tingkatan tertinggi dan paling kuat
sampai tingkatan paling rendah. Kedudukan hukum hadits shahih ddapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu:
1).
Kelompok pertama adalah hadits shahih yang tidak diliputi faktor-faktor yang
memperkuat keberadaannya, keadaan seperti ini menunjukkan keunggulan yang
tinggi, memantapkan hati untuk menerimanya, dan kadang-kadang dianggap oleh
sebagian manusia, lebih-lebih orang awam, bahwa kondisi ini memberi keyakinan
akan otentisitas hadits ini karena mereka tidak dapat membedakan antara dua hal
tersebut. Padahal yang terjadi tiada lain adalah pengetahuan yang didapat melalui
hasil istinbat yang kuat terhadap keshahihan hadits;
2).
Kelompok kedua adalah sebagian hadits ahad yang shahih, yakni kelompok hadits
yang memberikan ilmu yang yakin dan wajib diyakini. Yaitu hadits yang memenuhi
syarat keshahihan dengan pasti dan tidak menunjukkan kemungkinan lain karena
diliputi oleh beberapa faktor penguat, yaitu:
a. Hadits
tersebut disepakati oleh para ulama ddapat dipakai hujjah.
b. Hadits
tersebut bersambung sanadnya dan diriwayatka oleh para imam hadits yang kuat
hafalannya, serta tidak gharib. Kriteria ini ditetapkan oleh Ibnu Hajar.
c. Demikian
pula apabila hadits tersebut diriwayatkan engan sanad yang disebut sebagai
sanad paling shahih dan tidak gharib.3
3Makalah
Ulumul Hadits kelompok I prodi Ekis, hlm:2-3
Pembagian
Hadits shahih:
a.
Hadits
Shahih Lidzatih
Hadits shahih lidzatih adalah hadits yang memenuhi
syarat-syarat hadits shahih secara maksimal, yaitu hadits yang dinukilkan
(diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung,
tidak berillat, dan tidak janggal.4
Contoh
Hadits Shahih Lidzatih:
“Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan
kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Muhammad bin Jubair bin Math’ami dari
ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar Rasulullah saw membaca dalam shalat
maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
Analisis terhadap
hadits tersebut:
1).
Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari
gurunya.
2).
Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits
tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta’dil sebagai berikut:
a. Abdullah bin Yusuf = tsiqat
muttaqin.
b. Malik bin Annas = imam hafidz.
c. Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqh
dan Hafidz.
d. Muhammad bin Jubair = tsiqat.
e. Jubair bin Muth’imi = shahabat.
3).
Tidak syadz karena tidak ada pertentangan engan hadits yang lebih kuat serta
tidak cacat.
4Dr. Abuddin Nata, M.A. AL-QURAN DAN
HADITS, hlm.231
b.
Hadits
Shahih Lighoirih
Hadits
shahih lighoirih adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih
secara sempurna, atau hadits yang keshahihannya ada faktor lain, karena tidak
memenuhi syarat secara maksimal.
Contoh
Hadits Shahih Lighoirih:
Hadits
Bukhari dari Ubay bin al-Abbas bin Sahal dari ayahnya (Abbas) dan neneknya
(Sahal) katanya : “Konon Rasulullah mempunyai seekor kuda, ditaruh di kandang
kami yang diberi nama al-Luhaif”.
Analisis:
Ubay
bin al-Abbas oleh Ahmad, Ibnu Ma’in, dan al-Nasa’I dianggap rawi yang kurang
baik hafalannya.Oleh karena itu, hadits tersebut berderajat hasan lidzatih.
Tetapi oleh karena hadits Ubay tersebut mempunyai muttabi’ yang diriwayatkan
oleh Abdul Muhaimin, maka naiklah derajatnya dari hasan lidzatih menjadi shahih
lighoirih.5
2.
Hadits
Hasan
Hadits
hasan adalah hadits yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih seluruhnya, hanya
saja pada perawinya, tingkat kedhabitannya lebih rendah dibanding kedhabitan
para perawi hadits shahih.Meskipun tingkat hafalan perawinya berada di bawah
perawi hadits shahih, tetapi tidak jatuh kepada derajat perawi hadits dho’if
seperti sering lupa dan sebagainya.
Hukum
Hadits Hasan:
Menurut seluruh fuqaha, hadits hasan dapat diterima
sebagai hujjah dan diamalkan.Alasan mereka adalah karena telah diketahui
kejujuran rawinya dan keselamatan perpindahannya dalam sanad. Rendahnya tingkat
kedhabitan tidak mengeluarkan rawi yang bersangkutan dari jajaran rawi yang mampu menyampaikan
hadits sebagaimana keadaan hadits itu ketika didengar. Karena maksud pemisahan tersebut
adalah untuk menjelaskan bahwa hadits hasan berada pada tingkat terendah dari
hadits shahih, tanpa mencela kedhabitannya. Hadits yang kondisinya demikian
cenderung dapat diterima oleh setiap orang dan kemungkinan kebenarannya sangat
besar, sehingga dapat diterima.6
5Dr.
Abuddin Nata, M.A. AL-QURAN DAN HADITS, hlm.232
6 Makalah Ulumul Hadits Kelompok I Prodi Ekis semester
II, hlm.8
Pembagian Hadits Hasan:
a.
Hadits
Hasan Lidzatih
Hadits hasan lidzatih adalah hadits yang dinukilkan
oleh seorang yang adil, tetapi tidak begitu kuat ingatannya, sanadnya
bersambung dan tiada terdapat illat serta kejanggalan pada matannya.7
Contoh
Hadits HasanLidzatih:
“…..dari
Abu Bakar bin Abu Musa al-Asy’ari (berkata), saya mendengar ayahku ketika
berada dihadapan musuh berkata, Rasulullah saw. bersabda: “sesungguhnya
pintu-pintu surga berada di bawah bayang-bayang pedang.”(HR. al-Tirmidzi)
Analisis:
Menurut
Mahmud al-Thalan, hadits diatas berkualitas hasan, karena para rawinya
terpercaya (tsiqah), kecuali Ja’far bin Sulaiman al-Dhuba’iy. Karena itulah,
hadits tersebut tidak mencapai hadits shahih. Terkait rawi yang satu ini, Imam
Ibnu Hajar al-Asqalani berkomentar: Hadits yang disampaikannya baik. Penilaian
Ibnu Hajar ini menunjukkan bahwa hadits ini berkualitas hasan.
7 Dr. Abuddin Nata, M.A., AL-QURAN DAN HADITS, hlm.233
b.
Hadits
Hasan Lighoirih
Hadits hasan lighoirih adalah hadits yang di
dalamnya terdapat perawi mastur yang belum tegas kualitasnya, tetapi bukanlah
perawi yang pelupa atau sering melakukan kesalahan dalam riwayat-riwayatnya,
juga bukan sebab lain yang dapat menyebabkan tergolong fasik, dengan syarat
mendapatkan pengukuhan dari perawi lain yang mu’tabar, baik berstatus mutabi’
maupun syahid.
Contoh
Hadits Hasan Lighoirih:
Hadits
yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan dihasankannya melalui jalur Syu’bah, dari
‘Ashim bin Ubaidillah, dan Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, dari bapaknya
bahwasanya seorang wanita dari Bani Fazarah dinikahi dengan (mahar) dua buah
sandal. Berkata Rasulullah saw.: “Apakah engkau ridla atas dirimu dan hartamu
dengan dua buah sandal?” Ia menjawab: “Ya.” Maka beliau pun membolehkannya.
Analisa:
Imam
Tirmidzi berkata: “Dalam kasus tersebut terdapat jalur lain, dari Umar, Abu
Hurairah, Aisyah, dan Abu Hadrad.”
‘Asim
merupakan (rawi) yang dhaif karena buruk hafalannya. Namun Tirmidzi
menghasankan hadits tersebut karena adanya (riwayat dari) jalur lain.
B.
HADITS
MARDUD
Secara bahasa mardud artinya ialah yang ditolak,
yang tidak diterima.Secara istilah, Hadits mardud adalah hadits yang tidak kuat
kebenaran pembawa beritanya.Ini terjadi karena hilangnya satu atau lebih
syarat-syarat diterimanya hadits, seperti yang telah dibahas pada topik hadits
shahih.
Hadits mardud terbagi
menjadi:
•
Disebabkan gugur pada sanadnya, atau sanadnya tidak sambung;
•Disebabkan cacat pada perawi.
Berikut ini adalah
pembagian hadits mardud berdasarkan gugurnya pada sanad:
1.
Hadits
Mu’allaq
Hadits
mu’allaq adalah hadits yang dibuang permulaan sanadnya (yakni rawi yang
menyampaikan hadits kepada penulis kitab), baik seorang maupun lebih, dengan
berurutan meskipin sampai akhir sanad.
Pemotongan
mata rantai rawi hadits banyak sekalli dilakukan oleh para muhaditsin, terutama
dalam kitab-kitab yang mereka susun.Sebenarnya meringkas haits hukumnya boleh
asal ringkasan tersebut tidak menjadikan hadits cacat sehingga terjadi
pertentangan dengan hadits sebelumnya dan hadits setelahnya. Para imam juga
banyak meringkas hadits guna dijadikan landasan hukum.8
a.
Bentuk
Hadits mu’allaq
•
Jika dibuang (dihilangkan) seluruh sanadnya, kemudian dikatakan – misalnya :
Rasulullah saw bersabda begini dan begini.
•
Bentuk lainnya adalah jika dibuang seluruh sanadnya kecuali sahabat, atau
kecuali sahabat dan tabi’in.
b.
Hukum
Hadits Mu’allaq
Hukum hadits mu’allaq itu mardud (tertolak),
sebagaimana hadits munqathi, karena hilangnya salah satu syarat diterimanya
suatu hadits yaitu sanadnya harus bersambung serta karena tidak diketahuinya
identitas rawi yang tidak disebutkan, kecuali apabila terdapat dalam kitab yang
dipastikan keshahihannya, seperti shahih al-Bukhari dan shahih Muslim.9
8-9 Makalah Ulumul Hadits Kelompok I Prodi Ekis, hlm.10
c.
Contoh
Hadits Mu’allaq
1).
Hadits yang dikeluarkan oleh Bukhori dalam nagian pendahuluan topic mengenai
paha:
Artinya:
“Dan berkata Abu Musa: Nabi saw. telah menutup kedua lututnya tatkala Utsman
masuk”
Analisis:Ini
hadits mu’allaq, karena Bukhori telah membuang seluruh sanadnya kecuali sahabat,
yaitu Abu Musa al-Asy’ari.
2).
Artinya: Berkata Abu Isa dan sesungguhnya telah
diriwayatkan dari nabi saw. Beliau bersabda: “barang siapa shalat sesudah
maghrib dua puluh rakaat. Allah akan mendirikan baginya sebuah rumah di surga.
(HR. Turmudzi)
Analisis:
Turmidzi tidak bertemu dan tidak sezaman dengan Aisyah. Jadi tentu antara
kedua-duanya itu ada beberapa orang rowi lagi. Karena tidak disebut
rawi-rwinya, maka dinamakan ia gugur, seolah-olah hadits itu tergantung. Karena
itulah dinamakan mu’allaq.
2.
Hadits
Mursal
Hadits
mursal menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata arsala, yang berarti
melepaskan.Jadi seakan-akan lepas dari ikatan sanad, dan tidak terikat dengan
rawi yang sudah dikenal.
Menurut
istilah, hadits mursal adalah hadits yang gugur pada akhir sanad setelah
tabi’in.jadi, hadits mursal adalah hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in dari
Rasulullah saw.
a.
Bentuk
Hadits Mursal
Gambarannya adalah bahwa seorang tabi’in mengatakan:
Rasulullah saw bersabda begini-begini, atau dilakukannya suatu perbuatan dengan
kehadiran beliau begini-begini. Bentuk seperti ini mursal menurut para pakarr
hadits.
b.
Hukum
Hadits Mursal
Pada
dasarnya hadits mursal itu dho’if dan mardud, karena hilangnya salah satu
syarat dari syarat-syarat diterimanya suatu hadits, yaitu sanadnya harus
bersambung.Hal itu disebabkan tidak diketahuinya keadaan rawi yang dibuang.Lagi
pula memiliki kemungkinan bahwa yang dibuang itu adalah sahabat.Dalam kondisi
seperti ini haditsnya menjadi dho’if.
Meskipun
demikian, para ulama hadits dan yang selain mereka berbeda pendapat mengenai
hukum hadits mursal dan penggunaanya sebagai hujjah.Hadits ini termasuk hadits
yang terputus, yang diperselisihkan tempat terputusnya pada akhir sanad.Sebab
pada umumnya gugurnya sanadd itu pada sahabat, sementara itu seluruh sahabat
adalah adil, tidak rusak (keadilannya) meski keadaan merreka tidak diketahui.
Secara umum pendapat para ulama mengenai hadits mursal bermuara pada tiga
pendapat:
1).
Termasuk hadits dho’if mardud; ini menurut jumhur ulama hadits dan sebagian
besar dari ulama ushul dan fuqaha. Alasan mereka Karena tidak diketahuinya
keadaan rawi yang dibuang (hilang) karena mungkin saja rawi yang dibuang itu
bukan sahabat.
2).
Termasuk hadits shahih dan bisa dijadikan argument; ini pendapat tiga imam yang
masyhur, yaitu Abu Hanifah, Malik dan Ahmad, serta sekelompok ulama. Dengan
syarat hadits mursal itu berasal dari orang yang tsiqah.Alasan mereka adalah
bahwa tabi’in itu adalah tsiqah. Mustahil mereka mengatakan: Rasulullah telah
bersabda…., kecuali ia mendengarnya dari orang yang tsiqah pula.
3).
Bisa diterima dengan beberapa persyaratan; maksudnya, sah asal memenuhi
beberapa persyaratan. Ini menurut pendapat Syafi’I dan beberapa ahli ilmu.
Syaratnya
ada empat; tiga menyangkut rawi hadits mursal dan satunya pada hadits
mursalnya.
a. Hendaknya
pembawa hadits mursal itu dari kalangan tabi’in senior.
b. Jika
orang yang menyampaikannya disebut tsiqah.
c. Jika
bersekutu dengan orang yang hafidz lagi terpercaya, dan mereka tidak
menyelisihinya.
d. Jika
tiga syarat yang bergabung tersebut mengandung salah satu perkara berikut:
1). Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui
jalur lain sebagai tempat sandaran.
2). Jika hadits tersebut diriwayatkan melalui
jalur lain secara mursal, yang diketahui dari selain rawi hadits mursal yang
pertama.
3). Jika sesuai dengan perkataan sahabat.
4). Jika memfatwakan sesuatu dengan kebanyakan
ahli ilmu.
Apabila
syarat-syarat itu terpenuhi, maka jelaslah keshahihan tempat keluarnya hadits
mursal maupun yang bertentangan dengannya.Keduanya sama-sama shahih.Seandainya
yang bertentangan itu shahih dari satu jalur, maka yang didahulukan adalah yang
memiliki beberapa jalur, itupun jika tidak bisa dikompromikan diantara
keduanya.
c.
Contoh
Hadits Mursal
1).
Hadits yang dikeluarkan Muslim dalam kitab shahihnya, bab tentang jual beli,
yang berkata:
Artinya:
Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, telah menuturkan kepada kami
Hujain, telah menuturkan kepada kami Al-Laitsi, dari ‘Uqail dari Ibnu Syihab,
dari Sa’id bin Musayyab bahwa Rasulullah saw telah melarang (jual beli)
muzabanah.
Analisis:
Sa’id bin Musayyab merupakan tabi’in senior, yang telah meriwayatkan hadits ini
dari nabi saw tanpa menyebutkan perantara antara dirinya dan nabi saw. Hadits
ini gugur sanadnya dibagian akhir setelah tabi’in.Minimal, gugurnya sanad
adalah pada sahabat, namun bisa saja terjadi pada sahabat bersama-sama dengan
selain sahabat, seperti dengan tabi’in.
2).
Artinya:
dari Malik dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm, bahwa dalam surat yang
Rasulullah tulis kepada Amr bin Hazm (tersebut): “bahwa tidak menyentuh
Al-Qur’an melainkan orang yang bersih”.
Analisis: Abdullah
bin Abu Bakr ini seorang tabi’in, sedang seorang tabi’intidak semasa dan tidak
bertemu dengan nabi saw. jadi mestinya Abdullah menerima riwayat itu dari
seorang lain atau sahabi. Karena ia tidak menyebut nama shahabi atau nama orang
yang mengkhabarkan kepadanya itu, tetapi ia langsungkan kepada Rasulullah saw,
maka yang begini dinamakan mursal.
3.
Hadits
Mu’dhal
Kata mu’dhal berasal dari kata a’dhalahu
yakni’memayahkan’.Menurut istilah muhaditsin, hadits mu’dhal adalah hadits yang
pada mata rantai sanadnya gugur dua orang rawi atau lebih disatu tempat, baik
pada awal sanad, tengah sanad, maupun di akhir sanad.
Hukum hadits mu’dhal:
Hadits mu’dhal adalah hadits yang dihukumi dhaif
sesuai dengan sepakatnya ulama karena banyak rawi yang terputus.
Kriteria Hadits Mu’dhal
ialah:
a. Sanad
yang gugur (terputus) lebih dari satu orang.
b. Keterputusan
secara berturut-turut.
c. Sebagian
ulama menambahkan kriteria; tempat keterputusan ditengah sanad bukan di awal
dan di akhir.
Jadi,
hadits mu’dhal adalah hadits yang gugur dua orang periwayatannya atau lebih
secara berturut-turut, baik gugurnya diantara sahabat dengan tabi’in, antara
tabi’in dengan tabi al-tabi’in, atau dua orang sesuadah mereka.
Cara mengetahui hadits
mu’dhal:
Menurut sebagian ulama, hadits disebut juga mu’dhal
apabila yang digugurkan dari sanad adalah nabi dan sahabat, sama halnya jika
yang digugurkan adalah sahabat tabi’in. Shubi al-Shalih, misalnya tidak
mempersyaratkan periwayat yang gugur di tengah sanad, boleh saja di awal atau
di akhir.Ia hanya menyatakan hadits mu’dhal ialah hadits yang digugurkan dua
orang atau lebih dari sanadnya secara berturut-turut. Menurutnya, hadits
mu’dhal ini lebih ruwet dan tidak jelas dibandingkan dengan hadits munqathi’
dan karenanya hadits ini disebut mu’dhal yang berarti sulit dipahami dan
membingungkan.Hanya saja ulama hadits menyebutkan bahwa keterputusan itu
ditengah sanad, yaitu antara sahabat dan tabi’in, antara tabi’in dengan tabi
al-tabi’in atau dua orang sebelumnya dua orang atau lebih secara
berturut-turut.
Contoh
Hadits Mu’dhal:
1). Hadits yang diriwayatkan oleh Malik dari Abu
Hurairah sebagai berikut:
“Telah
sampai padaku dari Abu Hurairah: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: bagi
budak belikan makanan dan pakaiannya.”
2). Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’I dari
Ibnu Juraijj sebagai berikut:
“Kata
Asy-Syafi’i: Telah mengabarkan kepada kami Da’id bin Salim “ Dari Ibnu Juraijj:
Sesungguhnya nabi saw: Apabila melihat baitullah beliau mengangkat kedua
tangannya dan beliau berkata allahuma zid hadzal baita tasyrifan wa ta’dhiiman
wa maha batan…”(HR. Asy Syafi’I dalam musnadnya (Nailul Authar V, 42))
Analisis:
Dalam memberikan syarah terhadap hadits tersebut, Imam Asy Syaukani berkata:
“Hadits
Ibnu Juraijj adalah mu’dhal antara Ibnu Juraijj dan nabi, dan di dalam sanadnya
ada Sa’ied bin Salim al-Qadah yang diperselisihkan.”
Ibnu
Juraijj termasuk tabi’ut tabi’in.ia dengan nabi pasti ada perantaranya, yakni
tabi’I dan sahabat.
4.
Hadits
Munqothi’
Menurut
bahasa, munqathi’ berarti terputus, lawan dari kata muttasil yaitu bersambung.
Dalam
istilah, hadits munqathi’ ada beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut:
a. Pendapat
mayoritas ulama muhaditsin: Hadits yang digugurkan dari sanadnya seorang perawi
atau lebih sebelum sahabat tidak berturut-turut.
b. Pendapat
fuqoha, ushuliyyun dan segolongan ulama muhaditsin, diantaranya al-Kathib
al-Baghdadi dan Ibnu Abdul Barr: Segala hadits yang tidak bersambung sanadnya
dimana saja terputusnya.
c. Pendapat
al-Manzhumah al-Baiquniyyah menyatakan: Setiap hafits yang tidak bersambung
sanadnya ssebagaimana keadaannya adalah termasuk hadits munqathi’.
d. Pendapat
ahli hadits muta’akhirin menjadikan istilah tersebut sebagai suatu bagian
khusus. Yaitu, Hadits munqathi’ ialah hadits yang gugur salah seorang rawinya
sebelum sahabat di satu tempat atau beberapa tempat, dengan catatan bahwa rawi
yang gugur pada setiap tempat tidak lebih dari seorang dan tidak terjadi pada
awal sanad.
Dengan
beberapa istilah yang dikemukakan oleh beberapa ulama tersebut, jadi dapat
disimpulkan bahwa hadits munqathi’ adalah hadits yang sanadnya terputus artinya
seorang perawi tidak bertemu langsung dengan pembawa berita, baik di awal, di
tengah, atau di akhir sanad.Maka masuk di dalamya hadits mursal, mu’allaq dan
mu’dhal.
Cara Mengetahui
Munqathi’ dan Kehujjahannya:
Terputusnya sanad dapat diketahui karena tidak
adanya pertemuan antara perawi dan orang yang menyampaikan periwayatan karena
tidak hidup semasa atau karena tidak pernah bertemu antara keduanya.Untuk
mengetahui hal tersebut adalah tahun kelahiran dan wafat mereka.
Hukum Hadits Munqathi’:
Hadits munqathi tergolong mardud menurut kesepakatan
para ulama, karena tidak diketahui sifat-sifat perawi yang digugurkan,
bagaimana kejujuran dan kedhabitannya.
Contoh
Hadits Munqathi’:
1). Hadits riayat Abu Daud
“Meriwayatkan
hadits kepada kami Syuja’ bin Makhlad, katanya: meriwayatkan hadits kepada kami
Husyaim, katanya: Meriwayatkan hadits kepada kami Yunus bin Ubaid dari
al-Hasan, ia berkata: sesungguhnya Umar bin Khaththab mengumpulkan manuisa
kepada Ubay bin Ka’b, maka ia (Ubay) mengimani shalat selama dua puluh hari dan
dia tidak memimpin doa kunut kecuali pada separuh bulan (Ramadhan) yang
kedua..”
Analisis:Hadits
tersebut munqathi’. Al-Hasan al-Basri dilahirkan pada tahun 21 H, sedangkan
Umar bin Khaththab wafat pada akhir tahun 23 H. atau pada awal muharam tahun 24
H, maka bagaimana mungkin al-Hasan mendengar hadits dari Umar bin Khaththab.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
PEMBAGIAN HADITS DARI SISI DITERIMA ATAU DITOLAK
A.
HADITS
MAQBUL
Hadits maqbul adalah
hadist yang memenuhi syarat qobul yaitu syarat-syarat diterimanya sebuah hadits
sehingga bisa dijadikan dasar sebuah hukum.Hadits maqbul terbagi menjadi dua,
yaitu hadits shohih dan hadits hasan.
1.
HADITS
SHAHIH
Hadist shahih adalah hadits yang dinukil
(diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya (dhabit), sanadnya
bersambung-sambung, tidak terkena ‘illat, dan tidak janggal (syadz).Hadits
shahih terbagi menjadi dua, yaitu hadits shahih lidzatih dan hadits shahih
lighoirih.
a.
SHAHIH
LIDZATIH
Hadits shahih lidzatih adalah hadits
yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih secara maksimal.
b.
SHAHIH
LIGHOIRIH
Hadits shahih lighoirih
adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih secara sempurna,
atau hadits yang keshahihannya ada faktor lain, karena tidak memenuhi syarat
secara maksimal.
2.
HADITS
HASAN
Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi
syarat-syarat hadits shahih seluruhnya, hanya saja pada perawinya, tingkat
kedhabitannya lebih rendah dibanding kedhabitan para perawi hadits
shahih.Hadits hasan terbagi dua, yaitu hadits hasan lidzatih dan hadits hasan
lighoirih.
a.
HASAN
LIDZATIH
Hadits hasan lidzatih adalah hadist yang
perawinya memiliki tingkat kedhabitan yang rendah dibanding dengan perawi
hadits shahih.
b.
HASAN
LIGHOIRIH
Hadits hasan lighoirih
adalah hadits yang di dalamnya terdapat perawi mastur yang belum tegas
kualitasnya, tetapi bukanlah perawi yang pelupa atau sering melakukan kesalahan
dalam riwayat-riwayatnya, juga bukan sebab lain yang dapat menyebabkan
tergolong fasik, dengan syarat mendapatkan pengukuhan dari perawi lain yang
mu’tabar, baik berstatus mutabi’ maupun syahid.
B.
HADITS
MARDUD
Hadist mardud yaitu hadits yang tertolak
atau tudak diamalkan.
1.
MARDUD
SEBAB SAQT PADA SANAD
a.
HADITS
MU’ALLAQ
Hadits mu’allaq adalah
hadits yang gugur seorang atau lebih, dari awal sanad.Keguguran sanad pada
hadits mu’allaq tersebut dapat terjadi pada sanad yang pertama, pada seluruh
sanad atau pada seluruh sanad selain sahabat.
b.
HADITS
MURSAL
Hadits mursal adalah
hadits yang gugur dari akhir sanadnya seseorang ssetelah tabi’i. Ada pula yang
mendefenisikan hadits mursal yaitu hadist yang dinisbatkan oleh seorang tabi’I
kepada Rasulullah saw. baik berupa perbuatan, ucapan, maupun taqrir.
c.
HADITS
MU’DHAL
Hadits mu’dhol adalah
hadits yang sanadnya gugur dua tau lebih perawinya secara berturut-turut.
d.
HADITS
MUNQOTI’
Hadits munqothi’ adalah
hadits yang didalam sanadnya gugur satu orang perawi dalam satu tempat atau
lebih.
B.
Saran
Penyusun mengharapkan kritik dan saran agar dapat
menjadi suatu pengajaran dalam penyusunan makalah-makalah berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dr.
Abuddin Nata, M.A. AL-QUR’AN DAN HADITS (Dirasah Islamiyah I) Edisi Revisi.Rajawali
Pers. Jakarta: 2000.
Nikmat
Sabli. Definisi Ulum Al-Hadits dalam MATERI ULUMUL HADITS Semester II.
Nikmat
Sabli. Pembagian Hadits Kepada Maqbul Dan Mardud dalam MATERI ULUMUL HADITS
Semester II.
Makalah
Ulumul Hadits Kelompok I Prodi Ekonomi Syari’ah (EKIS) Semester II
Dr.
Nuruddin. Ulumul Quran. PT. Remaja Rosdakarya: 2012
trimakasih semog membantu
BalasHapusizin copy dan potong
BalasHapus