BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR BELAKANG
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual
dan/atau romantis
antara pribadi yang berjenis kelamin
sama. Pada penggunaan mutakhir, kata sifat homoseks
digunakan untuk hubungan
intim dan/atau hubungan
sexual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa
jadi tidak mengidentifikasi diri merek sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas,
sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas dan biseksualitas. Istilah gay
adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk merujuk kepada pria
homoseks. Sedangkan Lesbian adalah suatu istilah tertentu yang digunakan untuk
merujuk kepada wanita homoseks.
Definisi tersebut bukan definisi mutlak mengingat
hal ini diperumit dengan adanya beberapa komponen biologis dan psikologis dari
seks dan gender, dan dengan itu seseorang mungkin tidak seratus persen pas
dengan kategori di mana ia digolongkan. Beberapa orang bahkan menganggap
ofensif perihal pembedaan gender (dan pembedaan orientasi seksual).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Fiqih Jinayah terhadap Perzinaan
Had zina berbeda
menurut pelakunya. Pelaku zina dalam hukum pidana Islam dibedakan menjadi dua
bagian, ayitu pelaku muhshan dan ghoiru muhshan. Muhshan adalah
seseorang yang telah menikah dengan ikatan nikah yang sah, merdeka, balig, dan
berakal. Sedangkan ghoiru muhshan adalah seseorang yang belum pernah
menikah secara sah Had zina bagi pelaku ghairu muhshan adalah didera sebanyak seratus
kali, diasingkan dari negerinya selama satu tahun. Had ini berlaku bagi
laki-laki maupun perempuan. Hanya saja, apabila pengasingan dari negerinya
dapat mendatangkan madharat bagi wanita, maka ia tidak diasingkan.sebagaimana:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
(Q.S An-Nur: 2)
Abdullah
bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah SAW. melakukan
pemukulan dan pengasingan terhadap pezina ghairu muhshan, Abu Bakar juga
melakukan pemukulan dan pengasingan terhadap pezina ghairu muhshan, dan
Umar bin Khattab juga melakukan pemukulan dan pengasingan terhadap pezina
ghairu muhshan”.[1]
Selanjutnya, bagi
orang yang sudah menikah (muhshan) hukumannya menurut para ahli hukum
Islam adalah rajam (dilempari batu) sampai mati.[2]
Hukuman ini didasarkan pada hadits Nabi:
خذوا عنّي قد جعل اللّه لهنّ سبيلا البكر بالبكر جلد مائة و نفي سنة
والثّيّب بالثّيّب جلد مائة والرجم
Ketahuilah, sesungguhnya Allah telah memeberikan
jalan untuk mereka. untuk jejaka dan perawan dihukum dengan seratus kali
pukulan dan diasingkan setahun lamanya. Dan untuk janda dan duda dihukum dengan
pukulan seratus kali dan rajam. (H.R. Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)
Jika pelaku zina
adalah budak, ia didera setengah dari orang merdeka, yaitu lima puluh dera. Ia
tidak diasingkan karena dapat mendatangkan kerugian bagi pemiliknya.[3]
Para Ulama’ telah
sepakat atas keharaman bersetubh dengan hewan (bertialiti). Akan tetapi mereka
masih berbeda pendapat dalam menentukan hukuman atas orang yang bersetubuh
dengan hewan tersebut.
Diriwayatkan dari
Jabir bi Zaid bahwa Ia berkata “Barang siapa bersetubuh dengan hewan maka dia
harus di hadd.” Diriwayatkan dari Ali bahwa Ia berkata: “Jika yang bersetubuh
dengan hewan itu orang muhsan, maka ia harus di rajam.”
Diriwayatkan dari
Hasan bahwa bersetubuh dengan hewan itu
sama dengan berzina. Abu Hanifah, Malik, Syafi’i (dalam satu pendapat), Muayyad
Billah, Nashir, dan Imam Yahya mengatakan bahwa orang yang bersetubuh dengan
hewan hanyalah wajib diberi sanksi saja. Karena perbuatan itu bukan perbuatan
zina.
Akan tetapi Imam
Syafi’i (dalam pendapat yang lain) mengatakan bahwa orang yang berhubungan
kelamin dengan hewan harus dibunuh. Pendapat ini berdasarkan pada Hadits dengan
sanad Amr bin Abi Amr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW
bersabda:
مَنْ وَقَعَ عَلَى بَهِيْمَةٍ فَاقْتُلُوْهُ وَاقْتُلُوْا الْبَهِيْمَةَ
“Barang siapa berhubungan kelamin dengan hewan,
maka bunuhlah ia dan bunuhlah (pula) hewannya”.
Dalam kitab
Al-Bahr disebutkan bahwa hewan yang disetubuhi itu harus dibunuh, meskipun
termasuk jenis hewan yang dagingnya haram dimakan. Ini dikerjakan agar hewan
tersebut tidak menurunkan anak yang mempunyai kelainan, sebagaimana suatu
cerita tentang seorang gembala yang berhubungan kelamin dengan hewan, kemudian
hewan tersebut menurunkan anak yang mempunyai kelainan.[4]
B. Pandangan Fiqih Jinayah terhadap
Homoseksual dan Lesbian
Istilah
homoseksual berasal dari Bahasa Inggris “Homosexsual”, yang berarti
sifat laki-laki yang senang berhubungan seks dengan sesamanya. Sedangkan
lesbian, berarti sifat perempuan yang senang berhubungan seks dengan sesamanya
pula. Istilah homoseksual dijumpai dalam agama Islam sebagai istilah اللِّوَاطُ yang pelakunya disebut اللُّوطِىُّ
yang dapat diartikan secara singkat oleh bangsa Arab dengan perkataan: الرَّجُلُ يَأْتِى الرَّجُلَ (laki-laki mengumpuli laki-laki lain). Sedangkan
istilah lesbian, juga dijumpai dalam agama Islam sebagai istilah السَّحَاقُ
yang pelakunya disebut السَّاحِقُ yang dapat diartikan secara
singkat oleh bangsa arab dengan perkataan المَرْأَةُ تَأْتِى المَرْأَةَ (perempuan
mengumpuli perempuan lain).
Maka dalam hal
ini, dapat ditarik suatu pengertian, bahwa homoseksual adalah kebiasaan seorang
laki-laki melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya. Sedangkan lesbian
adalah kebiasaan seorang perempuan melampiaskan nafsu seksualnya pada sesamanya
pada sesamanya pula.[5]
Para ahli hukum
fiqih sekalipun telah sepakat mengharamkan homoseksual, tetapi mereka
berbeda pendapat tentang hukumannya.
1) Pendapat pertama antara lain Imam Syafi’i,
pasangan homoseksual dihukum mati, berdasarkan hadits Nabi, riwayat Khomsah
(lima ahli hadits kecuali An-Nasa’i) dari Ibnu Abbas:
مَنْ وَجَدْ
تُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا اْلفَاعِلَ وَاْلمَفْعُوْلَ
بِهِ
“Barang siapa menjumpai orang yang berbuat homosek
seperti praktek kaum Luth, maka bunuhlah si pelaku dan yang diperlakukannya
(pasangannya).
Menurut Al-Mundziri,
Kholifah Abu Bakar dan Ali pernah menghukum mati terhadap pasangan homosek.
2) Pendapat kedua antara lain Al-Auzai, Abu
Yusuf dan lain-lain, hukumannya disamakan dengan hukuman zina, yakni hukuman
dera dan pengasingan untuk yang belum kawin, dan dirajam untuk pelaku yang
sudah kawin, berdasarkan Hadits Nabi:
إِذَا أَتَى
الرَّجُلُ الرَّجُلَ فَهُمَا زَانِيَانِ
“apabila seorang pria melakukan hubungan seks
dengan pria lain, maka kedua-duanya adala berbuat zina.”
Pendapat kedua ini
sebenarnya memakai qiyas di dalam menetapkan hukumannya.
3) Pendapat ketiga antara lain Abu Hanifah,
pelaku homosek dihukum takzir, sejenis hukuman yang bertujuan
edukatif, dan besar ringannya hukuman tajzir diserahkan kepada
pengadilan (hakim). Hukuman takzir dijatuhkan terhadap kejahatan atau
pelanggaran yang tidak ditentukan macam dan kadar hukumannya oleh Nash
Al-Qur’an dan Hadits.[6]
Mengenai perbuatan
lesbian, para ahli fiqih juga sepakat menharamkanny, berdasarkan Hadits Nabi
riwayat Ahmad, Abu Daud, Muslim dan Al-Tirmidzi:
لاَ يَنْظُرُ
الرَّجُلُ اِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلَاالْمَرْأَةُ اِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
وَلَا يَغُضُّ الرَّجُلُ اِلَى الرَّجُلُ فِيْ الثَّوْبِ الْوَاحِدِ وَلَا تَغُضُّ
الْمَرْأَةُ اِلَى الْمَرْاَةِ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ.
“Lelaki tidak boleh melihat aurat lelaki,
perempuan tidak boleh melihat aurat perempuan. Lelaki tidak boleh berkumpul
dengan lelaki lain dalam satu kain, perempuan juga tidak boleh berkumpul dengan
perempuan lain dalam satu kain.
Menurut Sayid
Sabiq, lesbian ini dihukum takzir, suatu hukuman yang macam dan berat
ringannya diserahkan kepada pengadilan.
Jadi hukumannya lebih ringan dari pada homoseksual karena bahaya atau resikonya
lebih ringan dibandingkan dengan bahaya homoseksual, karena lesbian itu
bersentuhan langsung tanpa memasukkan alat kelaminnya seperti halnya seorang
pria bersentuhan langsung (pacaran) dengan wanita bukan istrinya tanpa
memasukkan penisnya ke dalam vagina. Perbuatan semacam ini tetap haram,
sekalipun bukan zina, tetapi dapat dikenakan hukuman takzir seperti lesbian.[7]
Praktek
homoseksual itu terjadi semenjak dahulu kala hingga sekarang ini. Tetapi
praktek lesbian tidak keterangannya dalam Al-Qur’an, namun hingga sekarang ini
meraja lela di masyarakat sekuler atau Negara Barat.
Praktek tersebut
tidak dilarang oleh undang-undang di Negara yang berfaham sekuler, dan tidak
dikategorikan sebagai pelanggaran tata susila. Dan kalau pun ada larangan bagi
mereka, itu hanya bertujuan untuk memberantas kemungkinan terjadinya beberapa
macam penyakit yang sering timbul dari praktek homoseksual dan lesbian,
misalnya penyakit kanker kelamin, AIDS dan sebagainya. Oleh karena itu, praktek
homoseksual dan lesbian paling menonjol di Negara Barat, yang resiko penyakit
yang ditimbulkannya, sampai menular ke Negara Timur, lewat touris-touris
mereka.[8]
Homoseksualitas dapat mengacu kepada:
1. Orientasi
Seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang dengan orang lain
mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas
gender yang sama.
2. Perilaku
Seksual dengan seseorang dengan gender yang sama tidak peduli
orientasi seksual atau identitas gender.
3. Identitas
seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku
homoseksual atau orientasi homoseksual.
Ungkapan seksual dan cinta
erotis sesama jenis telah menjadi suatu corak dari sejarah kebanyakan budaya
yang dikenal sejak sejarah awal . Bagaimanapun, bukanlah sampai abad ke-19 bahwa tindakan
dan hubungan seperti itu dilihat sebagai orientasi
seksual yang bersifat relatif stabil. Penggunaan pertama kata
homoseksual yang tercatat dalam sejarah adalah pada tahun 1869 oleh Karl-Maria
Kertbeny,[1] dan
kemudian dipopulerkan penggunaannya oleh Richard
Freiherr von Krafft-Ebing pada bukunya Psychopathia
Sexualis.
Di tahun-tahun
sejak Krafft-Ebing, homoseksualitas telah menjadi suatu pokok kajian dan debat.
Mula-mula dipandang sebagai penyakit
untuk diobati, sekarang lebih sering diselidiki sebagai bagian dari suatu
proyek yang lebih besar untuk memahami Ilmu Hayat,
ilmu jiwa,
politik, genetika, sejarah dan variasi budaya
dari identitas dan praktek seksual. status legal
dan sosial dari orang yang melaksanakan tindakan homoseks atau
mengidentifikasi diri mereka gay
atau lesbian beragam di seluruh
dunia.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pelaku zina dalam
hukum pidana Islam dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pelaku muhshan dan
ghoiru muhshan. Muhshan adalah seseorang yang telah menikah dengan
ikatan nikah yang sah. Sedangkan ghoiru muhshan adalah seseorang yang
belum pernah menikah secara sah.
Had zina bagi
pelaku ghairu muhshan adalah didera sebanyak seratus kali, diasingkan
dari negerinya selama satu tahun. Sedangkan bagi orang yang sudah menikah (muhshan)
hukumannya menurut para ahli hukum Islam adalah rajam (dilempari batu) sampai
mati.
Para Ulama’ telah
sepakat atas keharaman bersetubuh dengan hewan (bertialiti). Akan tetapi mereka
masih berbeda pendapat dalam menentukan hukuman atas orang yang bersetubuh
dengan hewan tersebut.
Homoseksual
berarti sifat laki-laki yang senang berhubungan seks dengan sesamanya.
Sedangkan lesbian, berarti sifat perempuan yang senang berhubungan seks dengan
sesamanya pula. Para ahli hukum fiqih sekalipun telah sepakat mengharamkan homoseksual,
tetapi mereka berbeda pendapat tentang hukumannya. Mengenai perbuatan
lesbian, para ahli fiqih juga sepakat menharamkannya.
Masturbasi
(onani), adalah mengeluarkan air mani dengan cara menggunakan salah satu
anggota badan (misalnya tangan), untuk mendapatkan kepuasan seks. Ulama hukum
Islam berbeda pendapat dalam menetapkan kepastian hukum tentang perbuatan
masturbasi, karena mereka berbeda tinjauan dalam memandang hal-hal yang
melatarbelakangi terjadinya perbuatan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Aibak, Kutbuddin, Kajian
Islam Kontemporer, Yogyakarta: Teras, 2009
Al-Faruq, Abdulloh , Hukum
Pidana Dalam Hukum Islam, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009
Mahjudin, Masailul
Fiqhiyah, Jakarta: Kalam Mulia, 1990
Sabiq, Sayyid, Fiqh
Sunnah, Bandung: Al-Ma’arif,t.th
Santoso, Topo, Membumikan
Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2003
Zuhdi, Masjfuk, Masail
Fiqhiyah, Jakarta: Haji Masagung, 1991
|
MAKALAH KELOMPOK 2
(Di
Ajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fiqih Jinayah 1)
Judul :
Homo Sexsual dan Perpektif Fiqh Jinayah
DISUSUN OLEH :
1.
DENI SUSANTI
2.
LILI KARDIANTI
3.
SARTINA
4.
W. EMI PRASTIYA
SEMESTER : IV
PRODI : HPI / JINAYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(STAI) NATUNA
2015
|
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, segala puji
bagi Allah yang telah mencurahkan nikmat dan rahmatNya kepada kita semua yang
tidak terhingga, oleh karenanya wajib bagi kita untuk senantiasa bersyukur
keapda Allah SWT.
Syalawat dan salam tidak lupa
pula kita hantarkan kepada Nabi kita Nabi Muhammad SAW, keluarga beliau, shabat
beliau, dan orang-orang yang yang senantiasa mengikuti sunnah beliau sampai
akhir zaman.
Dalam kesempatan ini kami
sebagai penulis mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kami untuk melaksanakan tugas
makalah yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan, dan mudah-mudahan Allah
SWT mudahkan kami untuk mengerjakan makalah ini.
Ranai, April 2015
Penulis
|
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ......................................................................................................... i
Daftar
Isi ................................................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
I.
LATAR
BELAKANG ....................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
A. Pandangan Fiqih
Jinayah terhadap Perzinaan .................................................... 2
B. Pandangan Fiqih
Jinayah terhadap Homoseksual dan Lesbian .......................... 4
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 8
A. KESIMPULAN ................................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 9
|
Hotels near Casino at the Casino at the Casino at the Casino at
BalasHapusHotels 1 - 서귀포 출장마사지 12 of 62 — 안산 출장마사지 Looking for hotels near Casino at the Casino at the Casino 구미 출장마사지 at the 포천 출장샵 Casino at the Casino at the Casino at 동해 출장샵 the Casino at the Casino at the